Provinsiriau.com | Pekanbaru, 5 Juli 2025 – Suasana Jalan Diponegoro, Pekanbaru, pagi ini berubah menjadi gelaran budaya hidup. Arak-arakan khidmat mengantar Gubernur Riau, Abdul Wahid, beserta istri menuju Balai Adat Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Di sana, bukan hanya sambutan silat Melayu yang menanti, tetapi sebuah amanah adat tertinggi: penabalan gelar Datuk Seri Setia Amanah. Prosesi adat ini bukan sekadar seremonial; ia adalah pengukuhan peran gubernur sebagai “payung panji” masyarakat Riau, berlandaskan nilai-nilai luhur Melayu yang menjadi ruh pembangunan negeri.
Di hadapan majelis adat yang dihadiri jajaran Forkopimda Riau, para kepala daerah se-provinsi, tokoh masyarakat, para datuk LAMR, serta pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau, Ketua Dewan Pimpinan Harian LAMR, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, menegaskan makna mendalam ritual ini. “Pemberian gelar adat Datuk Seri Setia Amanah sudah menjadi tradisi dan melekat pada jabatan Gubernur Riau,” ujarnya dalam eluannya. Gelar ini, tegasnya, diatur secara konkret dalam Anggaran Dasar/Rumah Tangga (AD/ART) LAMR, menandakan gubernur adalah pelindung dan panutan masyarakat.
Taufik Ikram menjelaskan, setelah empat bulan memimpin, Abdul Wahid dinilai telah menunjukkan kesungguhan membangun Riau, dengan Budaya Melayu sebagai fondasinya. Penabalan ini juga mengisi kekosongan “payung panji” yang ditinggalkan gubernur sebelumnya, Syamsuar. “LAMR butuh payung panji sehingga dilakukan penabalan ini,” sebutnya. Gelar ini disematkan bukan hanya sebagai penghormatan, tetapi disertai doa agar menjadi semangat positif bagi Abdul Wahid dalam mengemban tugas “untuk kepentingan bangsa dan negara.”
Menyambut amanah berat itu, Gubernur Riau Abdul Wahid menyatakan rasa syukur dan haru. “Dengan hati yang tulus dan penuh haru, saya menerima gelar adat Datuk Seri Setia Amanah… Gelar ini bukan sekadar penghormatan, ia adalah amanah yang amat besar,” ucapnya penuh khidmat. Ia menekankan bahwa gelar ini bukan hanya menyandang nama pribadi, tetapi memikul harapan besar seluruh masyarakat Riau. “Sebab di balik gelar tersemat harapan, di balik nama tergambar kepercayaan adat kepada seorang pemimpin.”
Abdul Wahid menjelaskan, gelar Datuk Seri Setia Amanah mengharuskan dirinya semakin kuat menuntun pembangunan Riau agar tetap selaras dengan budaya. Ia bertekad berpedoman pada tunjuk ajar Melayu dalam setiap kebijakan. “Gelar ini bermakna setia kepada janji, teguh memegang amanah, dan tidak berpaling dari marwah negeri,” paparnya. Ia mengutip kearifan lokal, “pemimpin itu bukan untuk dianggungkan tetapi untuk melindungi. Bukan untuk disanjung tapi untuk menuntun.” Jalan yang dipilihnya tegas: “memimpin dengan keteladanan, bukan dengan kekuasaan.”
Penabalan gelar adat ini, oleh karenanya, lebih dari sekadar pemberian titel. Ia adalah pengikat janji antara pemimpin dengan rakyat dan adat istiadatnya. Gelar Datuk Seri Setia Amanah pada diri Abdul Wahid kini menjadi penanda dan sekaligus ujian: sejauh mana kepemimpinan Melayu yang berlandaskan kesetiaan, keamanahan, dan keteladanan mampu diwujudkan untuk kemajuan Riau yang berbudaya. Amanah adat telah disematkan; kini saatnya langkah kerja membumi.