Dimas Yuda Dibalik Viralnya Aura Farming

Dimas Yuda Dibalik Viralnya Aura Farming

Sebuah video dokumentasi tradisi Pacu Jalur dari Kuantan Singingi, Riau, tiba-tiba menjadi viral berkat aksi memukau seorang bocah penari haluan. Gerakan tangan Rayyan Akhan Dikha, yang kemudian dikenal sebagai “Aura Farming”, tidak hanya di media sosial tetapi juga diadopsi oleh bintang sepak bola dunia dan klub ternama seperti Paris Saint-Germain.

PROVINSIRIAU.com | Kuansing, 26 Agustus 2025 – Sebuah video berdurasi 27 menit yang dibuat oleh Dimas Eka Yuda berhasil membawa tradisi Pacu Jalur dari Kuantan Singingi, Riau, ke panggung dunia. Video yang pertama kali diunggah di Facebook pada Mei 2025 itu menampilkan aksi Rayyan Akhan Dikha, seorang bocah penari haluan atau Togak Luan, yang gerakannya spontan dan penuh energi.

Tanpa efek visual maupun musik tambahan, Dimas merekam suasana autentik perlombaan, termasuk sorak penonton dan hembusan angin di tepian Sungai Narosa. Hingga Agustus 2025, video tersebut telah ditonton lebih dari 58 juta kali dan mengumpulkan 1,6 juta likes. Namun, fenomena semakin meledak ketika akun-akun luar negeri mengunggah ulang video tersebut tanpa watermark dan menambahkan lagu “Young, Black & Rich” dari rapper Melly Mike.

Gerakan khas Dikha—menggulung tangan, mengibas, memberi cium tangan, lalu membentuk hati dengan jari kelingking—menjadi simbol baru selebrasi digital. Puncaknya terjadi ketika klub sepak bola Prancis, Paris Saint-Germain (PSG), mengunggah video pemain Achraf Hakimi yang menirukan gaya Dikha. Video tersebut ditonton lebih dari 110,5 juta kali di akun resmi PSG dan menyebar ke berbagai platform.

“Fenomena Aura Farming justru pertama kali viral di luar negeri, terutama Amerika Serikat. Baru setelah itu viral kembali di Indonesia,” ungkap Dimas pada Selasa (26/8/2025). Dimas mengaku tidak menyangka bahwa dokumentasi tradisi lokal yang ia buat bisa menjadi tren global. Ia menegaskan bahwa ia tidak mengambil keuntungan pribadi dari viralnya video tersebut dan menyebut rezeki itu sepenuhnya untuk Dikha dan keluarganya.

Proses pembuatan video ini pun tidak mudah. Dimas harus berendam di sungai selama lima jam, dari pukul 13.00 hingga 18.00 WIB. Ia juga menghadapi tantangan teknis seperti kamera yang tersiram air akibat antusiasme penonton di pinggir sungai. Meski begitu, bagi Dimas dan para kreator lain, mendokumentasikan Pacu Jalur adalah bentuk kecintaan terhadap budaya daerah. “Kami berharap ke depan, konten kreator budaya seperti kami lebih diperhatikan. Kami tidak sekadar membuat video, tapi juga ikut melestarikan budaya,” tegasnya.

Dari tepian Sungai Narosa ke panggung dunia, video tradisi Pacu Jalur dan gerakan “Aura Farming” Rayyan Akhan Dikha membuktikan bahwa kekayaan budaya Indonesia mampu menyentuh dunia. Viralnya konten ini tidak hanya menjadi kebanggaan tetapi juga pengingat akan pentingnya dukungan terhadap kreator yang menjaga warisan budaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like
PHR Didik 36 Pemuda Riau Jadi Tenaga Ahli

PHR Didik 36 Pemuda Riau Jadi Tenaga Ahli

Qori Asal Riau Raih Juara II MHQ Internasional 2025

Qori Asal Riau Raih Juara II MHQ Internasional 2025

PAUD Fondasi Generasi Emas

PAUD Fondasi Generasi Emas

Gibran Buka Festival Pacu Jalur di Riau, Dukung Budaya Lokal Go International

Gibran Buka Festival Pacu Jalur di Riau, Dukung Budaya Lokal Go International

Wapres Gibran Akan Buka Festival Pacu Jalur

Wapres Gibran Akan Buka Festival Pacu Jalur

Henny Wahid Lestarikan Budaya Leluhur

Henny Wahid Lestarikan Budaya Leluhur