PROVINSIRIAU.com | Pekanbaru, 22 Agustus 2025 – Gubernur Riau, Abdul Wahid, mengambil langkah tegas namun bernuansa empati untuk mengurai benang kusut persoalan pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang marak di sepanjang Sungai Kuantan. Alih-alih langsung menutup dan membabat habis aktivitas tambang liar, Pemprov Riau justru mengusung pendekatan penataan yang humanis melalui penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Kebijakan ini dirancang untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran merkuri sekaligus menjaga denyut ekonomi warga.
Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Kamis (21/8/2025), Wahid menyaksikan langsung betapa aktivitas PETI telah menjamur di tengah-tengah kebun kelapa sawit. Didampingi Kapolda Riau Heri Heryawan serta dua bupati, ia menegaskan bahwa sikap pemerintah tidak boleh abai. Namun, langkah penertiban harus dibarengi dengan solusi yang tepat agar tidak mematikan mata pencaharian masyarakat.
“Kami tidak hanya ingin menertibkan atau menghentikan aktivitas tambang, tetapi juga menata,” tegas Wahid dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com. “Di WPR, masyarakat diperbolehkan menambang. Kami tidak ingin mematikan usaha rakyat, tetapi justru menata ulang tata kelolanya.”
Wahid bahkan menunjukkan sejumlah contoh kadar emas yang ditemukan di lokasi, membuktikan potensi ekonomi yang besar dari perut bumi Riau. Untuk mewujudkan komitmennya, pemerintah akan segera menggelar rapat untuk menetapkan zona WPR secara resmi. Proses perizinan juga akan dipangkas dan dipermudah agar aktivitas tambang rakyat dapat berjalan secara legal, aman, dan bertanggung jawab.
Langkah strategis ini juga menyasar ancaman besar di balik PETI, yaitu pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri. Wahid memperingatkan dampak buruk logam berat yang mencemari aliran Sungai Kuantan dan Indragiri tersebut. “Kami tidak ingin pencemaran air raksa terus meluas dari Kuansing hingga Inhu. Ini bisa merusak habitat dan ekonomi masyarakat,” katanya dengan nada prihatin.
Oleh karena itu, kolaborasi multipihak digalakkan. Pemprov Riau tidak akan bekerja sendiri. Mereka akan menggandeng koperasi lokal, seperti Koperasi Merah Putih, dan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Pendekatan kolektif ini diharapkan dapat menciptakan sistem pertambangan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Kebijakan ini bukan tanpa arah nasional. Wahid menegaskan bahwa langkahnya ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menertikan tambang ilegal yang selama ini merugikan negara dari sisi penerimaan dan merusak tatanan lingkungan secara masif.
Dengan demikian, langkah Gubernur Abdul Wahid merupakan sebuah terobosan kebijakan yang mencoba memadukan tiga kepentingan sekaligus: menyelamatkan lingkungan dari kerusakan permanen, melindungi sumber penghidupan masyarakat kecil, dan mengembalikan kedaulatan negara atas pengelolaan sumber daya alam. Keberhasilan program WPR ini kelak akan menjadi tolok ukur bagi penyelesaian persoalan tambang liar yang tidak hanya ada di Riau, tetapi di seluruh Indonesia.