Provinsiriau.com | PEKANBARU, 03 Juli 2025 – Sebanyak 316 guru honorer bersertifikasi di sejumlah sekolah Pekanbaru dilaporkan tertekan dan gelisah usai dipaksa mengembalikan gaji honor mereka selama enam bulan terakhir. Kebijakan ini diduga berdasarkan instruksi oknum Dinas Pendidikan setempat, tanpa dasar hukum dan petunjuk teknis yang jelas, memicu tuduhan ketidakadilan.
Para guru menyatakan pengembalian dana tersebut dilakukan secara sepihak dan dianggap sebagai tindakan “zalim”. Mereka merasa kebijakan ini tidak memiliki landasan yang sah dan memberatkan.
Mengapa pengembalian dana ini terjadi? Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Abdul Jamal, membenarkan adanya kewajiban pengembalian bagi 316 guru tersebut. Namun, Jamal menegaskan tindakan ini bukan kezaliman, melainkan konsekuensi aturan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) 2025 yang dilanggar.
“Kalau dibilang zalim terlalu mengada-ada itu. Dalam aturan, guru honor BOS jika sudah terima sertifikasi tidak boleh dibayarkan honornya lagi,” tegas Jamal.
Mengapa aturan BOSP melarang pembayaran ganda? Jamal merujuk pada Pasal 39 Ayat 2D Juknis BOSP 2025 yang secara eksplisit menyatakan bahwa penerima BOSP adalah guru yang belum mendapatkan tunjangan profesi (sertifikasi). Guru yang telah menerima tunjangan sertifikasi sebesar Rp 2 juta per bulan sejak Januari 2025, otomatis tidak berhak lagi menerima gaji honor dari dana BOSP untuk periode yang sama.
“Pada Pasal 39 ayat 2 D dijelaskan bahwa penerima BOS adalah yang belum mendapatkan tunjangan profesi guru, kalau sudah dapat tidak bisa lagi,” jelas Jamal.
Mengapa pengembalian harus dilakukan? Jamal menekankan, jika dana yang telah diterima secara ganda (tunjangan sertifikasi + honor BOSP) tidak dikembalikan, hal tersebut akan menjadi “temuan” lembaga pengawasan seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengembalian dana, yang dilakukan secara mencicil hingga akhir tahun 2025, dimaksudkan untuk mengembalikan dana tersebut ke kas operasional sekolah.
“Kan bisa dicicil sampai akhir tahun. Bisa diangsur, karena kalau dana itu dikembalikan, akan digunakan kembali ke operasional sekolah,” ujarnya.
Jamal menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan penjelasan mengenai aturan ini sejak awal melalui Juknis. Oleh karena itu, klaim bahwa para guru “dizalimi” ditolaknya.
“Tak bisa diklaim zalim, karena ini sesuai aturan,” pungkas Jamal.
Kasus ini menyoroti kompleksitas pengelolaan tunjangan guru dan dana BOSP, serta dampaknya langsung terhadap kesejahteraan guru honorer bersertifikasi. Ketegangan antara kepatuhan pada regulasi pendidikan dan tekanan ekonomi yang dihadapi para guru menjadi tantangan yang perlu dicarikan solusi berkeadilan.