Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di badan jalan dan trotoar kawasan Jalan Diponegoro, Kota Pekanbaru, menuai sorotan keras dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Lembaga yang secara langsung terdampak kondisi tersebut menyatakan keprihatinan mendalam, menyebut kawasan itu berubah seperti “pasar malam” yang memicu kemacetan dan mengganggu hak pejalan kaki. LAMR pun mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk melakukan penertiban tegas dan menata ulang para pedagang.
PROVINSIRIAU.com | Pekanbaru, 27 Agustus 2025 – Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Riau, Datuk Seri Raja Marjohan Yusuf, mengaku prihatin dengan maraknya PKL yang menggunakan area pedestrian dan badan jalan untuk beraktivitas. Menurutnya, hal ini justru menciptakan titik kemacetan baru di jalur yang seharusnya berfungsi lancar dan bebas hambatan.
“Lihatlah depan kantor (LAM Riau) kita ini, kalau sudah malam penuh jalanan ini dengan orang-orang berjualan, seperti pasar,” ujar Marjohan dengan nada keprihatinan. “Kasihan kita melihat kota. Jalan sudah dibuat lebar, tapi tak dilakukan penataan yang baik,” tambahnya.
Meski mengakui bahwa perputaran ekonomi di Kota Pekanbaru termasuk luar biasa, ia menegaskan bahwa hal itu tidak boleh mengorbankan kenyamanan dan ketertiban umum. Aktivitas perdagangan, lanjutnya, harus diimbangi dengan penerapan peraturan yang jelas dan tegas.
“Pekanbaru ini luar biasa perputaran ekonominya, namun tak semestinya sepanjang jalan diisi untuk berjualan,” tegasnya. Kota yang tumbuh dan berkembang memang membutuhkan banyak ruang ekonomi, namun hal itu perlu dikelola dengan baik.
Raja Marjohan secara khusus meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru untuk turun tangan melakukan penataan. Ia menyarankan agar PKL dialihkan ke lokasi yang telah disediakan pemerintah. “Kita minta Pemkot untuk melakukan penataan, berdagang itu tak dilarang. Tapi tolong tempatkan pada tempat semestinya,” pintanya. “Terlebih lagi, mereka berjualan di atas pedestrian yang semestinya untuk pejalan kaki. Kan pemerintah sudah menyediakan tempatnya di sekitaran Balai Dang Merdu, jadi berjualanlah pada tempatnya,” pungkasnya.
Sorotan dari LAMR ini kembali menyadarkan semua pihak akan pentingnya keseimbangan antara dinamika ekonomi dan ketertiban kota. Pemerintah dituntut untuk memiliki kebijakan yang tegas dan solutif agar aktivitas perdagangan tidak mengganggu fungsi utama fasilitas publik seperti jalan dan trotoar, sehingga kota dapat berkembang secara tertib, nyaman dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat.